BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
ISLAM Berdasarkan ilmu bahasa
(Etimologi) kata ”Islam”
berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan
damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga
menyerahkan diri, tunduk, patuh,
dan taat.
Arti yang sebenarnya dari Islam adalah penerimaan dari suatu pandangan atau suatu keadaan yang mula-mula ditolak atau tidak diterima.
Arti yang sebenarnya dari Islam adalah penerimaan dari suatu pandangan atau suatu keadaan yang mula-mula ditolak atau tidak diterima.
Di dalam Al-Qur'an,
Islam seringkali diartikan kerelaan dari seseorang
untuk menjalankan perintah Tuhan dan
mengikutinya. Secara
istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang
ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia.
1.2
Rumusan
masalah
a)
Pandangan islam
terhadap ilmu
b)
Pengertian dan definisi
menurut para ahli
1.3
Tujuan
penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah agar bisa memahami secara luas apa pengertian islam, ilmu,
dan pandangan islam terhadap ilmu yang sebenarnya.
BAB II
ISI
Pandangan islam tentang ilmu
ISLAM Berdasarkan ilmu bahasa
(Etimologi) kata ”Islam”
berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan
damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga
menyerahkan diri, tunduk, patuh,
dan taat.
Arti yang sebenarnya dari Islam adalah penerimaan dari suatu pandangan atau suatu keadaan yang mula-mula ditolak atau tidak diterima. Di dalam Al-Qur'an, Islam seringkali diartikan kerelaan dari seseorang untuk menjalankan perintah Tuhan dan mengikutinya. Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Islam merupakan ajaran yang lengkap, menyeluruh dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya[1].
Arti yang sebenarnya dari Islam adalah penerimaan dari suatu pandangan atau suatu keadaan yang mula-mula ditolak atau tidak diterima. Di dalam Al-Qur'an, Islam seringkali diartikan kerelaan dari seseorang untuk menjalankan perintah Tuhan dan mengikutinya. Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Islam merupakan ajaran yang lengkap, menyeluruh dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya[1].
ILMU bila ada istilah yang mengatakan bahwa buku adalah
jendela maka ilmu juga bisa diartikan sebagai penerang dunia.karena ibarat
hidup tampa ilmu maka kita akan hidup dalam sebuah kegelapan yang tanpa
berujung. Oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu mencari dan
memperdalam ilmu supaya kita bisa mengikuti perkembangan zaman tanpa dihantui
rasa ketakutan karena kedangkalan ilmu yang kita miliki. Berikut ini adalah
pengertian dan definisi ilmu menurut para ahli:
a.
M. IZUDDIN TAUFIQ
Ilmu adalah penelussuran data atau informasi melalui
pengamatan, pengkajian dan eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat,
landasan dasar ataupun asal usulnya.
b.
THOMAS KUHN
Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak
penemuan, baik dalam bentuk penolakan maupun pengembangannya.
c.
Dr. MAURICE
BUCAILLE
Ilmu adalah kinci untuk mengungkapkan segala hal, baik
dalam jangka waktu yang lama maupun sebentar.
d.
NS. ASMADI
Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan
proses mengetahui melalui penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode
ilmiah)
AGAMA Islam bukanlah agama yang dianut
secara turun-menurun. Kebenaran agama Islam diyakini karena sesuai dengan
pertimbangan akal sehat. Misalnya, keyakinan tentang adanya Allah selain
melalui keterangan dari ayat-ayat Alquran, juga dapat dilihat dari makhluk
ciptaan-Nya yang beraneka ragam dan unik. Akal sehat meyakini, bahwa alam nyata
ini tidak terjadi dengan sendirinya, tentu ada penciptakan, yakni Allah[2].
Islam juga
menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama
maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci.
Ilmu merupakan barang yang sangat berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu
bagaikan lampu atau cahaya. Bahwa tidak dapat seseorang berjalan di malam yang
gelap, kecuali dengan lampu. Demikian pula halnya, tidak dapat seseorang
membedakan yang baik dengan yang buruk, kecuali dengan ilmu[3].
Selain itu juga, Islam
merupakan agama yang mengagungkan ilmu pengetahuan. Hal ini tampak pada syarat keislaman seseorang
bahwasanya ia harus menggunakan otaknya untuk berfikir dan menerima wahyu atau ajaran Islam. Islam sangat memuliakan ilmu pengetahuan bahkan
wahyu yang pertamakali diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW adalah
keharusan membaca yaitu melihat, meneliti huruf dan alam. Dalam surah al-‘alaq ayat 1-5 disebutkan:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{
ÇÊÈ
t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã
ÇËÈ
ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ
ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ
z`»|¡SM}$#
$tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya: “bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis
baca). Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan
tersebut sangat jelas bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Islam sangat melarang taqlidu-l
a’ma namun mewajibkan
ummatnya untuk al-ittiba’.
Taqlidu-l a’ma dan al-ittiba’ memiliki arti yang berbeda. Taqlidu-l a’ma berarti hanya mengikuti orang-orang
sebelumnya, mengikuti apa yang dikerjakan orang yang lebih tua tanpa tahu
ilmunya dan mengerti dasarnya, sebaliknya al-ittiba’ adalah mengikuti orang-orang terdahulu namun
dengan disertai ilmu pengetahuan tentangnya, bukan hanya mengekor tapi tahu
apa, mengapa, bagaimana dan untuk apa syariat/ ajaran yang diterimanya.
Meskipun
begitu, ada batasan-batasan dalam menggunakan akal dalam hal-hal syariat.
Pedoman hidup seorang Muslim beragama Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits,
barulah kemudian menggunakan akal dalam menentukan masalah-masalah
lainnya.
Keutamaan-keutamaan ilmuwan (al-‘alim –
al-’allamah) antara lain sebagai berikut[4]:
a. Allah mengangkat status amat tinggi bagi para ilmuwan. Allah berfirman :
a. Allah mengangkat status amat tinggi bagi para ilmuwan. Allah berfirman :
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya
. . .niscaya Allah akan meninggikan kamu orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengtahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. al-Mujadilah/58 : ll)
. . .niscaya Allah akan meninggikan kamu orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengtahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. al-Mujadilah/58 : ll)
b. Yang benar-benar takut kepada
Allah hanyalah orang-oranmg yang berilmu (al- ‘alim – al-‘allamah atau ilmuwan
dan pakar). Dalam hal ini Allah berfirman:
(#þqä9$s% öNä3¯RÎ) ÷LäêZä. $uZtRqè?ù's? Ç`tã ÈûüÏJuø9$# ÇËÑÈ
Artinya
. . .Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Fathir/35 : 28).
. . .Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Fathir/35 : 28).
c. Kelangsungan hidup antara orang
hidup di dunia dengan orang yang sudah mati, salah satunya adalah ilmu.
Demikian sabda Nabi saw:
Artinya:
Rasulullah saw. Bersabda: Apabila anak Adam meninggal maka putuslah amal perbuatanya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya (H. R Muslim dari Abi Hurairah).
Artinya:
Rasulullah saw. Bersabda: Apabila anak Adam meninggal maka putuslah amal perbuatanya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya (H. R Muslim dari Abi Hurairah).
d. Orang yang pergi mencari ilmu
dimudahkan ke surga. Dalam hal ini Rasulallah bersabda:
Artinya:
Barang siapa yang mengambah jalan untuk mencari ilmu maka allah akan memudahkan jalan baginya kesurga. ( H. R. at-Turmuzi dari Abi Hurairah).
Artinya:
Barang siapa yang mengambah jalan untuk mencari ilmu maka allah akan memudahkan jalan baginya kesurga. ( H. R. at-Turmuzi dari Abi Hurairah).
2
TIGA LANDASAN ILMU DALAM ISLAM
Agama
Islam telah diturunkan lewat rangkaian para Nabi, dan dilanjutkan oleh para
pewarisnya di setiap zaman. Ajarannya membawa petunjuk bagi umat manusia dalam
mengarungi samudera kehidupan yang penuh gelombang problematika.
Ada
3 landasan ilmu di dalam agama Islam. Jika kita mengikuti petunjuk Allah dengan
mengikuti 3 disiplin ilmu tersebut maka kita akan mendapatkan
kenikmatan-kenikmatan sepanjang perjalanan kehidupan sampai garis finish
perjumpaan manusia dengan Allah SWT[5].
Pertama, nilai-nilai Aqidah. Fungsi utama
nilai Tauhid ini menuntun manusia kepada sasaran (tujuan) hidup. Rasulullah Shallallahu
’alaihi wasallam menyatakan Ana a’alamukum billaah, aku adalah orang
yang paling mengenal Allah di antara kalian. Seharusnya yang menjadi orientasi
hidup kita adalah Allah dan Hari Akhir. Sementara manusia banyak yang
menjadikan sasaran tujuan hidupnya hanya sebatas kehidupan ini saja yang
bersifat semu, dan berakhir dengan kerugian. Ilmu Aqidah yang menuntun manusia
kepada tujuan hidup sesungguhnya.
Hakikat
tujuan hidup orang-orang yang beriman terkandung dalam kalimat Tauhid Laa
Ilaaha Illallaah [Tiada yang disembah, ditaati dan dituju melainkan Allah].
Inilah kalimat yang utama yang dibawa oleh para Nabi dan pewaris sesudahnya.
Kedua, nilai-nilai Syari’at (Fiqih).
Fungsi utama aturan fiqh adalah untuk mengatur kehidupan manusia baik kepada
Khaliq maupun makhluk. Rusaknya sendi-sendi kehidupan karena adanya
tawuran, tindakan kriminal, adalah
karena tidak mengikuti syari’at (aturan) Allah dalam menjalani kehidupan.
Dengan petunjuk syari’at (fiqih) manusia diperintahkan bagaimana menggali
kualitas diri dan kekayaan alam yang telah dilimpahkan kepadanya. Firman Allah
SWT:
هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ
وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا .... ﴿هود: ٦١﴾
Dia telah menciptakan kamu dari bumi
(tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya,
Jika
kekayaan alam dieksploitasi dengan baik (menurut tuntunan aturan Allah) maka
akan terasa anugerah-Nya yang tak terhingga, keadilan akan dirasakan semua
individu, pendidikan dan kesejahteraan akan dinikmati semua pihak.
Para
pemimpin (penguasa), politisi, ilmuwan, dan lainnya mesti mengabdikan diri
kepada aturan Allah, anugerah yang tak henti akan terus mengalir dalam
kehidupan ini dan tidak ada kesenjangan antara yang kaya dan miskin, pembodohan
yang berkepanjangan, atau kondisi memprihatinkan lainnya. Tidak akan muncul
orang-orang yang depresi atau stres yang menghinggapi 45 juta penduduk dunia
saat ini.
Orang
yang beriman harus mengkaji nilai-nilai syari’at (fiqih) yang telah ditetapkan
Allah dan Rasul-Nya agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup bisa tercapai.
Kehidupan ini merupakan bentuk proses kembali kepada Allah.
Ketiga, Ihsan atau ilmu Tasawuf. Seorang
Ulama mengatakan bahwa Ilmu Fiqih ibarat jasad manusia, sedangkan Tasawuf
bagaikan ruh yang bersemayam di dalamnya. Manusia yang utuh adalah manusia yang
terdiri dari jasmani dan ruhani. Manusia yang sempurna adalah yang mampu mengintegrasikan
antara keduanya.
Manusia
yang bermaqam ihsan ini mewujud dalam perilakunya yang produktif dan bermanfaat
bagi diri dan orang lain. Fungsi Ihsan ini menjadi ruh atau spirit manusia
dalam menghambakan dirinya kepada Allah. Energi Ihsan yang melimpah dari Allah
akan memberikan kemampuan diri untuk membedah berbagai ujian kehidupan meski
datang tak henti-henti.
Ilmu
Tasawuf menjadi pendorong manusia dalam mengabdi kepada Allah sepanjang masih
diberikan kepercayaan menjalin kehidupan.
3
disiplin ilmu ini pernah diajarkan dan dicontohkan langsung oleh Rasulullah
kepada generasi pertama (As-Sabiqunal Awwalun). Kemuliaan, kesejahteraan
dan kebahagiaan memancar dari kota Madinah (Al-Munawwaroh). Kemegahan
cahayanya menyinari alam sekitarnya.
Inilah
fakta bahwa Allah menurunkan Risalah Islam dengan 3 disiplin ilmu yang
melahirkan generasi yang produktif dalam menjalani kehidupan. Bukankah idaman
setiap orang meraih kebahagiaan hidup yang hakiki? Jika kita ingin mendapatkan
dan membuktikan hal itu, maka sejak kita dilahirkan hingga prosess menuju
kepada Allah kita mesti komitmen dalam mempelajari 3 disiplin ilmu tadi
sekaligus mengaktualisasikan dalam kehidupan ini.
Menuntut
Ilmu Allah
Telah kita sebutkan
pada tulisan sebelumnya tentang datangnya zaman yang penceramahnya banyak dan
ulamanya sedikit dimana menuntut ilmu di zaman tersebut lebih baik dari
beramal. Dan telah datang zamannya sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam, kita lihat para penceramah sangat banyak bahkan diadakan
kursus-kursus untuk menjadi khathib Jumat dalam waktu yang singkat dan menjadi
sebab banyaknya penceramah, sementara ulamanya sangat sedikit.
Maka di zaman ini menuntut ilmu lebih baik dari beramal, namun bukan
maksudnya ilmu tersebut tidak diamalkan karena ini akan menjadi bumerang untuk
pemiliknya pada hari kiamat. Dengan ilmu kita dapat mengetahui suatu fitnah
yang datang, kemudian mengambil sikap yang benar sesuai dengan tuntunan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga kita pun selamat dan
tidak menjadi penyebab semakin tersulutnya api fitnah.
Kita yang hidup di zaman ini seringkali mendapatkan
peristiwa-peristiwa memilukan yang menimpa umat Islam yang membuat hati kita
panas bercampur geram. Keadaan ini merupakan cobaan untuk para penuntut ilmu
untuk segera menilai dengan keilmuan yang dalam bukan sebatas semangat yang
membabi buta, agar tidak menimbulkan madharat yang lebih besar untuk Islam dan
kaum muslimin[6].
Seorang penuntut ilmu tidak mudah tertipu dengan berita dan kabar
yang disiarkan dalam sebuah media, lebih-lebih media-media di zaman ini telah
dikuasai kaum kuffar terutama Yahudi -semoga Allah menghancurkan
mereka-.
Orang yang membaca kisah terbunuhnya Utsman bin Affan akan mengambil
pelajaran berharga darinya, bagaimana sang Yahudi yang bernama Abdullah bin
Saba pura-pura masuk Islam dan melakukan konspirasi besar untuk menghancurkan
khilafah Utsman dengan memprovokasi masa dan membakar perasaan mereka melalui
kabar-kabar yang dipalsukan. Ini menjadikan kita lebih berhati-hati dan tidak
gegabah dalam menerima berita dari media.
Manfaat
Menuntut Ilmu
Dengan menuntut ilmu, seorang hamba memperhatikan berbagai macam
sisi kemashlahatan dan kemadharatan yang akan timbul dan membaca situasi dan
kondisi kaum muslimin di zaman ini sebelum mengambil sikap, cobalah renungkan
apa yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika
beliau membahas tentang hikmah adanya ayat makkiyah dan madaniyah:
“Ayat-ayat makkiyah
itu berlaku untuk setiap mukmin yang lemah untuk menolong Allah dan Rasul-Nya
sesuai dengan kemampuan yang ada yaitu hati dan yang semisalnya dan ayat-ayat
yang menyuruh meremehkan kaum mu’ahadin (orang-orang kafir) berlaku
pada setiap mukmin yang kuat dan mempunyai kemampuan untuk membela Allah dan
Rasul-Nya dengan tangan dan lisannya. Dengan ayat-ayat seperti ini kaum
muslimin mempraktikannya di akhir usia Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam dan di zaman khulafa rasyidin.
Barang siapa yang berada di suatu negeri atau waktu ia menjadi
lemah, hendaklah ia mempraktikan ayat-ayat sabar dan memaafkan orang yang
mengganggu Allah dan Rasul-Nya dari kalangan ahli kitab dan kaum musyrikin.
Adapun kaum muslimin yang mempunyai kekuatan, hendaknya mereka mempraktikan
ayat-ayat yang memerintahkan untuk memerangi para imam kekafiran yang ingin
merusak agama, dan memerangi ahli kitab sampai mereka memberikan jizyah dalam
keadaan mereka terhina.”
Syaikh Muhamad
bin Jamil Zainu hafizhahullah berkata, “Yang menguatkan pendapat
Syaikhul Islam adalah firman Allah Ta’ala,
قُل لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ
لاَيَرْجُونَ أّيَّامَ اللهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Katakanlah
kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang
tidak takut akan hari-hari Allah, karena Dia akan membalas suatu kaum terhadap
apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Jatsiyah: 14).
Allah menyuruh kaum muslimin yang lemah itu agar memaafkan
orang-orang kafir yang menyakiti mereka dan jangan membalasnya dengan perbuatan
yang semisal dan ini menunjukkan bahwa memberi maaf dalam keadaan kaum muslimin
lemah adalah disyariatkan.
Oleh karena itu ILMU dan IMAN atau
ISLAM adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, karena dengan ilmu dan iman
yang baik maka ilmu tersebut dapat dipastikan akan memberikan manfaat dan
dampak positif bagi umat manusia.
BAB
11I
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu
sangat pnting dalam islam. Dari ilmu lah Islam itu bisa didirikan dengan baik
dan berada dijalan yang benar. Islam juga menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu
pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam
pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci. Ilmu merupakan barang yang sangat
berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu bagaikan lampu atau cahaya.
3.2 Saran
Menyimak begitu banyaknya pengertian
ilmu menurut para ahli, maka dari itu pengertian tentang ilmu didalam islam
tersebut tidak tertuju pada satu pendapat saja, melainkan harus dipahami secara
meluas.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah
boedi. Filsafat ilmu. Penerbit CV Pustaka setia. Banung
Muhamad
azzam abdul aziz. Sayyed hawwas abdul wahab. Penerbit Hamzah surabaya
http://www.al-idrisiyyah.com/read/article/361/3-landasan-ilmu-dalam-islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar