Rabu, 03 April 2013

Pandangan Islam Tentang Ilmu


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang

ISLAM Berdasarkan ilmu bahasa (Etimologi) kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.
Arti yang sebenarnya dari Islam adalah penerimaan dari suatu pandangan  atau  suatu  keadaan  yang mula-mula ditolak atau tidak diterima.
 Di dalam Al-Qur'an Islam seringkali  diartikan  kerelaan dari seseorang   untuk   menjalankan  perintah  Tuhan  dan mengikutinya. Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia.

1.2    Rumusan masalah

a)      Pandangan islam terhadap ilmu
b)     Pengertian dan definisi menurut para ahli

1.3    Tujuan penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah agar bisa memahami secara luas apa pengertian islam, ilmu, dan pandangan islam terhadap ilmu yang sebenarnya.







BAB II
ISI
Pandangan islam tentang ilmu

Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan  http://zaldym.files.wordpress.com/2009/02/menuntut-ilmu1.jpg?w=193&h=270   
ISLAM Berdasarkan ilmu bahasa (Etimologi) kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.
Arti yang sebenarnya dari Islam adalah penerimaan dari suatu pandangan  atau  suatu  keadaan  yang mula-mula ditolak atau tidak diterima. Di dalam
Al-Qur'an Islam seringkali  diartikan  kerelaan dari seseorang   untuk   menjalankan  perintah  Tuhan  dan mengikutinya. Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Islam merupakan ajaran yang lengkap, menyeluruh dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan
seorang muslim baik ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya[1].
ILMU bila ada istilah yang mengatakan bahwa buku adalah jendela maka ilmu juga bisa diartikan sebagai penerang dunia.karena ibarat hidup tampa ilmu maka kita akan hidup dalam sebuah kegelapan yang tanpa berujung. Oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu mencari dan memperdalam ilmu supaya kita bisa mengikuti perkembangan zaman tanpa dihantui rasa ketakutan karena kedangkalan ilmu yang kita miliki. Berikut ini adalah pengertian dan definisi ilmu menurut para ahli:


a.                   M. IZUDDIN TAUFIQ
Ilmu adalah penelussuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya.
b.                  THOMAS KUHN
Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, baik dalam bentuk penolakan maupun pengembangannya.
c.                   Dr. MAURICE BUCAILLE
Ilmu adalah kinci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang lama maupun sebentar.
d.                  NS. ASMADI
Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah)
AGAMA Islam bukanlah agama yang dianut secara turun-menurun. Kebenaran agama Islam diyakini karena sesuai dengan pertimbangan akal sehat. Misalnya, keyakinan tentang adanya Allah selain melalui keterangan dari ayat-ayat Alquran, juga dapat dilihat dari makhluk ciptaan-Nya yang beraneka ragam dan unik. Akal sehat meyakini, bahwa alam nyata ini tidak terjadi dengan sendirinya, tentu ada penciptakan, yakni Allah[2].
Islam juga menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci. Ilmu merupakan barang yang sangat berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu bagaikan lampu atau cahaya. Bahwa tidak dapat seseorang berjalan di malam yang gelap, kecuali dengan lampu. Demikian pula halnya, tidak dapat seseorang membedakan yang baik dengan yang buruk, kecuali dengan ilmu[3].
Selain itu juga, Islam merupakan agama yang mengagungkan ilmu pengetahuan. Hal ini tampak pada syarat keislaman seseorang bahwasanya ia harus menggunakan otaknya untuk berfikir dan menerima wahyu atau  ajaran Islam. Islam sangat memuliakan ilmu pengetahuan bahkan wahyu yang pertamakali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah keharusan membaca yaitu melihat, meneliti huruf dan alam. Dalam surah al-‘alaq ayat 1-5 disebutkan:

ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
Artinya: “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.  Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.  yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca).  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan tersebut sangat jelas bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Islam sangat melarang taqlidu-l a’ma namun mewajibkan ummatnya untuk al-ittiba’. Taqlidu-l a’ma dan al-ittiba’ memiliki arti yang berbeda. Taqlidu-l a’ma berarti hanya mengikuti orang-orang sebelumnya, mengikuti apa yang dikerjakan orang yang lebih tua tanpa tahu ilmunya dan mengerti dasarnya, sebaliknya al-ittiba’ adalah mengikuti orang-orang terdahulu namun dengan disertai ilmu pengetahuan tentangnya, bukan hanya mengekor tapi tahu apa, mengapa, bagaimana dan untuk apa syariat/ ajaran yang diterimanya.
Meskipun begitu, ada batasan-batasan dalam menggunakan akal dalam hal-hal syariat. Pedoman hidup seorang Muslim beragama Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, barulah kemudian menggunakan akal dalam menentukan masalah-masalah lainnya.

 Keutamaan-keutamaan ilmuwan (al-‘alim – al-’allamah) antara lain sebagai berikut[4]:
a. Allah mengangkat status amat tinggi bagi para ilmuwan. Allah berfirman :

Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ 
 Artinya
. . .niscaya Allah akan meninggikan kamu orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengtahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. al-Mujadilah/58 : ll)
b. Yang benar-benar takut kepada Allah hanyalah orang-oranmg yang berilmu (al- ‘alim – al-‘allamah atau ilmuwan dan pakar). Dalam hal ini Allah berfirman:

(#þqä9$s% öNä3¯RÎ) ÷LäêZä. $uZtRqè?ù's? Ç`tã ÈûüÏJuø9$# ÇËÑÈ  
Artinya
. . .Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Fathir/35 : 28).
c. Kelangsungan hidup antara orang hidup di dunia dengan orang yang sudah mati, salah satunya adalah ilmu. Demikian sabda Nabi saw:
Artinya:
Rasulullah saw. Bersabda: Apabila anak Adam meninggal maka putuslah amal perbuatanya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya (H. R Muslim dari Abi Hurairah).
d. Orang yang pergi mencari ilmu dimudahkan ke surga. Dalam hal ini Rasulallah bersabda:
Artinya:
Barang siapa yang mengambah jalan untuk mencari ilmu maka allah akan memudahkan jalan baginya kesurga. ( H. R. at-Turmuzi dari Abi Hurairah).

2          TIGA LANDASAN ILMU DALAM ISLAM
Agama Islam telah diturunkan lewat rangkaian para Nabi, dan dilanjutkan oleh para pewarisnya di setiap zaman. Ajarannya membawa petunjuk bagi umat manusia dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh gelombang problematika.
Ada 3 landasan ilmu di dalam agama Islam. Jika kita mengikuti petunjuk Allah dengan mengikuti 3 disiplin ilmu tersebut maka kita akan mendapatkan kenikmatan-kenikmatan sepanjang perjalanan kehidupan sampai garis finish perjumpaan manusia dengan Allah SWT[5].
Pertama, nilai-nilai Aqidah. Fungsi utama nilai Tauhid ini menuntun manusia kepada sasaran (tujuan) hidup. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam menyatakan Ana a’alamukum billaah, aku adalah orang yang paling mengenal Allah di antara kalian. Seharusnya yang menjadi orientasi hidup kita adalah Allah dan Hari Akhir. Sementara manusia banyak yang menjadikan sasaran tujuan hidupnya hanya sebatas kehidupan ini saja yang bersifat semu, dan berakhir dengan kerugian. Ilmu Aqidah yang menuntun manusia kepada tujuan hidup sesungguhnya.
Hakikat tujuan hidup orang-orang yang beriman terkandung dalam kalimat Tauhid Laa Ilaaha Illallaah [Tiada yang disembah, ditaati dan dituju melainkan Allah]. Inilah kalimat yang utama yang dibawa oleh para Nabi dan pewaris sesudahnya.
Kedua, nilai-nilai Syari’at (Fiqih). Fungsi utama aturan fiqh adalah untuk mengatur kehidupan manusia baik kepada Khaliq maupun makhluk. Rusaknya sendi-sendi kehidupan karena adanya tawuran,  tindakan kriminal, adalah karena tidak mengikuti syari’at (aturan) Allah dalam menjalani kehidupan. Dengan petunjuk syari’at (fiqih) manusia diperintahkan bagaimana menggali kualitas diri dan kekayaan alam yang telah dilimpahkan kepadanya. Firman Allah SWT:
هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا .... ﴿هود: ٦١﴾
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya,
Jika kekayaan alam dieksploitasi dengan baik (menurut tuntunan aturan Allah) maka akan terasa anugerah-Nya yang tak terhingga, keadilan akan dirasakan semua individu, pendidikan dan kesejahteraan akan dinikmati semua pihak.
Para pemimpin (penguasa), politisi, ilmuwan, dan lainnya mesti mengabdikan diri kepada aturan Allah, anugerah yang tak henti akan terus mengalir dalam kehidupan ini dan tidak ada kesenjangan antara yang kaya dan miskin, pembodohan yang berkepanjangan, atau kondisi memprihatinkan lainnya. Tidak akan muncul orang-orang yang depresi atau stres yang menghinggapi 45 juta penduduk dunia saat ini.
Orang yang beriman harus mengkaji nilai-nilai syari’at (fiqih) yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup bisa tercapai. Kehidupan ini merupakan bentuk proses kembali kepada Allah.
Ketiga, Ihsan atau ilmu Tasawuf. Seorang Ulama mengatakan bahwa Ilmu Fiqih ibarat jasad manusia, sedangkan Tasawuf bagaikan ruh yang bersemayam di dalamnya. Manusia yang utuh adalah manusia yang terdiri dari jasmani dan ruhani. Manusia yang sempurna adalah yang mampu mengintegrasikan antara keduanya.
Manusia yang bermaqam ihsan ini mewujud dalam perilakunya yang produktif dan bermanfaat bagi diri dan orang lain. Fungsi Ihsan ini menjadi ruh atau spirit manusia dalam menghambakan dirinya kepada Allah. Energi Ihsan yang melimpah dari Allah akan memberikan kemampuan diri untuk membedah berbagai ujian kehidupan meski datang tak henti-henti.
Ilmu Tasawuf menjadi pendorong manusia dalam mengabdi kepada Allah sepanjang masih diberikan kepercayaan menjalin kehidupan.
3 disiplin ilmu ini pernah diajarkan dan dicontohkan langsung oleh Rasulullah kepada generasi pertama (As-Sabiqunal Awwalun). Kemuliaan, kesejahteraan dan kebahagiaan memancar dari kota Madinah (Al-Munawwaroh). Kemegahan cahayanya menyinari alam sekitarnya.
Inilah fakta bahwa Allah menurunkan Risalah Islam dengan 3 disiplin ilmu yang melahirkan generasi yang produktif dalam menjalani kehidupan. Bukankah idaman setiap orang meraih kebahagiaan hidup yang hakiki? Jika kita ingin mendapatkan dan membuktikan hal itu, maka sejak kita dilahirkan hingga prosess menuju kepada Allah kita mesti komitmen dalam mempelajari 3 disiplin ilmu tadi sekaligus mengaktualisasikan dalam kehidupan ini.


Menuntut Ilmu Allah
            Telah kita sebutkan pada tulisan sebelumnya tentang datangnya zaman yang penceramahnya banyak dan ulamanya sedikit dimana menuntut ilmu di zaman tersebut lebih baik dari beramal. Dan telah datang zamannya sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, kita lihat para penceramah sangat banyak bahkan diadakan kursus-kursus untuk menjadi khathib Jumat dalam waktu yang singkat dan menjadi sebab banyaknya penceramah, sementara ulamanya sangat sedikit.
Maka di zaman ini menuntut ilmu lebih baik dari beramal, namun bukan maksudnya ilmu tersebut tidak diamalkan karena ini akan menjadi bumerang untuk pemiliknya pada hari kiamat. Dengan ilmu kita dapat mengetahui suatu fitnah yang datang, kemudian mengambil sikap yang benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga kita pun selamat dan tidak menjadi penyebab semakin tersulutnya api fitnah.
Kita yang hidup di zaman ini seringkali mendapatkan peristiwa-peristiwa memilukan yang menimpa umat Islam yang membuat hati kita panas bercampur geram. Keadaan ini merupakan cobaan untuk para penuntut ilmu untuk segera menilai dengan keilmuan yang dalam bukan sebatas semangat yang membabi buta, agar tidak menimbulkan madharat yang lebih besar untuk Islam dan kaum muslimin[6].
Seorang penuntut ilmu tidak mudah tertipu dengan berita dan kabar yang disiarkan dalam sebuah media, lebih-lebih media-media di zaman ini telah dikuasai kaum kuffar terutama Yahudi -semoga Allah menghancurkan mereka-.
Orang yang membaca kisah terbunuhnya Utsman bin Affan akan mengambil pelajaran berharga darinya, bagaimana sang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba pura-pura masuk Islam dan melakukan konspirasi besar untuk menghancurkan khilafah Utsman dengan memprovokasi masa dan membakar perasaan mereka melalui kabar-kabar yang dipalsukan. Ini menjadikan kita lebih berhati-hati dan tidak gegabah dalam menerima berita dari media.

Manfaat Menuntut Ilmu
Dengan menuntut ilmu, seorang hamba memperhatikan berbagai macam sisi kemashlahatan dan kemadharatan yang akan timbul dan membaca situasi dan kondisi kaum muslimin di zaman ini sebelum mengambil sikap, cobalah renungkan apa yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika beliau membahas tentang hikmah adanya ayat makkiyah dan madaniyah:
“Ayat-ayat makkiyah itu berlaku untuk setiap mukmin yang lemah untuk menolong Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan kemampuan yang ada yaitu hati dan yang semisalnya dan ayat-ayat yang menyuruh meremehkan kaum mu’ahadin (orang-orang kafir) berlaku pada setiap mukmin yang kuat dan mempunyai kemampuan untuk membela Allah dan Rasul-Nya dengan tangan dan lisannya. Dengan ayat-ayat seperti ini kaum muslimin mempraktikannya di akhir usia Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan di zaman khulafa rasyidin.
Barang siapa yang berada di suatu negeri atau waktu ia menjadi lemah, hendaklah ia mempraktikan ayat-ayat sabar dan memaafkan orang yang mengganggu Allah dan Rasul-Nya dari kalangan ahli kitab dan kaum musyrikin. Adapun kaum muslimin yang mempunyai kekuatan, hendaknya mereka mempraktikan ayat-ayat yang memerintahkan untuk memerangi para imam kekafiran yang ingin merusak agama, dan memerangi ahli kitab sampai mereka memberikan jizyah dalam keadaan mereka terhina.”
Syaikh Muhamad bin Jamil Zainu hafizhahullah berkata, “Yang menguatkan pendapat Syaikhul Islam adalah firman Allah Ta’ala,
قُل لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لاَيَرْجُونَ أّيَّامَ اللهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tidak takut akan hari-hari Allah, karena Dia akan membalas suatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Jatsiyah: 14).
Allah menyuruh kaum muslimin yang lemah itu agar memaafkan orang-orang kafir yang menyakiti mereka dan jangan membalasnya dengan perbuatan yang semisal dan ini menunjukkan bahwa memberi maaf dalam keadaan kaum muslimin lemah adalah disyariatkan.
Oleh karena itu ILMU dan IMAN atau ISLAM adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, karena dengan ilmu dan iman yang baik maka ilmu tersebut dapat dipastikan akan memberikan manfaat dan dampak positif bagi umat manusia.










BAB 11I
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu sangat pnting dalam islam. Dari ilmu lah Islam itu bisa didirikan dengan baik dan berada dijalan yang benar. Islam juga menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci. Ilmu merupakan barang yang sangat berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu bagaikan lampu atau cahaya.

3.2 Saran
            Menyimak begitu banyaknya pengertian ilmu menurut para ahli, maka dari itu pengertian tentang ilmu didalam islam tersebut tidak tertuju pada satu pendapat saja, melainkan harus dipahami secara meluas.












DAFTAR PUSTAKA
Abdullah boedi. Filsafat ilmu. Penerbit CV Pustaka setia. Banung
Muhamad azzam abdul aziz. Sayyed hawwas abdul wahab. Penerbit Hamzah surabaya
http://www.al-idrisiyyah.com/read/article/361/3-landasan-ilmu-dalam-islam



[1] http://lsia.unimus.ac.id/v2012/?p=189
[2] http://www.al-idrisiyyah.com/read/article/361/3-landasan-ilmu-dalam-islam

[3] http://ilmu27.blogspot.com/2012/09/makalah-islam-dan-ilmu-pengetahuan.html
[4]http://lsia.unimus.ac.id/v2012/?p=189
[6] http://zaldym.wordpress.com/2009/02/20/pandangan-islam-tentang-ilmu-pengetahuan/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar