BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persoalan perdagangan valuta asing telah
menjadi sangat populer, umum dan hampir dilakukan serta diterima sebagai suatu
transaksi yang dipraktekkan diseluruh dunia. Tidak ada sistem ekonomi suatu
negara mengalami kemajuan tanpa berhubungan dengan perdagangan valuta asing.
Oleh sebab itu selayaknya perdagangan valuta asing diterima dan diadopsi
sebagai suatu kebutuan dibidang ekonomi dan bermanfaat serta sulit sekali
dipisahkan dari dunia modern.
Pada
umumnya valuta asing memperdagangkan mata uang, mata uang diperdagangkan secara
berpasangan melalui broker atau dealer. Valas bersifat interbank karena waktu
perdagangannya secara kontinu mengikuti waktu perdagangan masing-masing negara
dan bisa diasumsikan bahwa pasar valas dibuka 24 jam.
B.
Identifikasi
Masalah
Dalam
islam valuta asing disebut dengan Al-Sharf.
dan dalam islam tidak boleh adanya tujuan untuk spekulasi, tetapi jika
perdagangan valuta asing tersebut dilakukan dengan tujuan untuk spekulasi, dan
merusak sistem perekonomian suatu negara, maka hal ini sangat bertentangan
dengan tujuan syari’ah.
C.
Pembatasan
Masalah
Transaksi tukar menukar Valas atau Al-Sharf dilakukan sebelum kedua belah
pihak berpisah. Hal ini berlaku pada penukaran mata uang valas, oleh karena itu
kedua belah pihak harus melakukan serah terima sebelum keduanya berpisah
meninggalkan tempat transaksi dan tidak boleh menunda pembayaran salah satu
antara keduanya. Apabila persyaratan ini
tidak dipenuhi, maka jelas hukumnya tidak sah.
D.
Perumusan
Masalah
Namun
bagaimana solusi yang terbaik untuk menghindari spekulasi dalam pertukaran mata
uang asing ini? Solusinya adalah mengadopsi dan menyesuaikan sistem perdagangan
valuta asing yang ada dengan prinsip-prinsip Islam dan hukum-hukum Islam. Maka
dengan makalah ini akan dibahas secara mendetail tentang Al-Sharf.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Dasar
Hukum Syariah (Al-Sharf)
Sharf
diperbolehkan karena termasuk bentuk jual-beli. Rasulullah S.A.W bersabda, “Jual lah emas dan perak semau kalian dengan
kontan (cash)” (HR. Bukhari)
Penukaran
emas dengan emas dan perak dengan perak diperbolehkan jika kadarnya sama. Jika
kedua belah pihak berpisah sebelum serah terima maka sharf batal.
Praktek al-sharf hanya terjadi dalam transaksi
jual beli, di mana praktek ini diperbolehkan dalam Islam,
berdasarkan firman Allah QS. al-Baqarah ayat 275:
Artinya: ”Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Beberapa jenis mata uang telah dibuat,
maka mata uang kerta wajib digantikan fungsi emas dan perak, yang mana emas dan
perak inilah yang dulu dipakai sebagai alat tukar. Demikan mata uang kertas
menjadi satu-satunya satuan hitungan dan sarana perantara dalam tukar-menukar.
Mata uang kerta menjadi nilai harga sebagaimana halnya emas dan perak. Oleh
sebab itu hukum tukar menukar mata uang kertas tunduk kepada peraturan Al-Sharf
sebagaimana halnya emas dan perak.
Para Fuqaha mengatakan bahwa kebolehan
melakukan praktek sharf didasarkan pada sejumlah hadis nabi yang antara lain
pendapat jumhul ulama yang diriwayatkan oleh imam Malik dari Nafi’i dari Abu
Said berkata Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandung, garam dengan garam
sama-sama ditangan ke tangan, siapa yang menambahkan atau minta ditambahkan
sungguh ia berbuat riba, pengambil dan pemberi sama”
(HR. Ahmad dan Bukhari)
(HR. Ahmad dan Bukhari)
Dalam hadist lain :
“Janganlah
kamu menjual emas dengan emas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu
lebihkan sebagian atas sebagian lainnya. Janganlah kamu jual uang kertas dengan
uang kertas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian
dengan sebagian lainnya dan janganlah kamu menjual barang yang tidak ada
ditempat dengan yang sudah ada ditempat (HR. Bukhari dan Muslim
dari Abi Said)
Dari beberapa hadist dapat dipahami
bahwa Al-Sharf diperbolehken namun tidak boleh ada penambahan pada suatu barang
yang sejenis juga mengisyaratkan bahwa jual beli tersebut harus dilakukan
secara tunai.
B.
Pengertian
Al-Sharf
Sharf
menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual
beli. Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang dapat dilakukan baik dengan mata
uang yang sejenis atau yang tidak sejenis. Dalam istilah fiqh al-mu’amalah prinsip ini biasa disebut dengan bay’al-sharf (jual beli mata uang).
Dalam mekanisme perbankan syari’ah, sharf
berarti jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
Menurut
Heri Sudarsono, Sharf adalah
perjanjian jual-beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Beli mata uang asing
(valas) dala dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis, misalnya
rupiah dengan rupiah maupun yang tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dolar
atau sebaliknya.
Sharf
juga bisa diartikan sebagai jual beli uang logam dengan uang logam lainnya.
Misalnya jual beli dinar, emas dan dirham perak.
Menurut
Tim Pengembangan Institut Bankir
Indonesia, sharf adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya
untuk melakukan transaksi valuta asing menurut prinsip-prinsip sharf yang
dibenarkan secara Syari’ah/
Menurut
ulama Fiqh, Sharf adalah sebagai
memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis.
Sharf
hukumnya mubah bila syarat-syaratnya terpenuhi. Sharf bisa dibagi menjadi 2
bentuk:
1. Mempertukarkan
mata uang sejenis, seperti : menukar uang rupiah dengan pecahan rupiah yang
lebih keci. Syart yang harus dipenuhi ada 2:
·
Jumlahnya harus sama
·
Serah-terima harus dilakukan tunai
2. Mempertukarkan
mata yang yang berlainan jenis, seperti menukar mata uang rupuah dengan mata
yang real. Hanya disyaratkan serah terima berlangsung sebelum berpisah dari
majlis akan dan tidak disyaratkan jumlahnya sama. Maka dibolehkan jumlah
keduanya berbeda sesuai dengan kurs pasar dihari itu atau keduanya sepakat
dengan kurs sendiri.
C.
Al-Sharf Yang DiPerbolehkan dan Yang
DiLarang
Aktivitas perdagangan valuta asing,
harus sesuai dengan norma-norma syari’ah, antara lain harus terbebas dari unsur
riba, maisir, gharar. Karena itu perdagangan valas harus memperhatikan batasan
sebagai berikut :
1. Pertukaran
tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-masing pihak harus
menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
2. Motif
pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi barang dan
jasa, buka dalam jual beli rangka spekulasi.
3. Harus
dihindari bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya kembali pada tanggal
tertentu dimasa mendatang.
4. Transaksi
berjangka harus dilakukan dengan pihak uang diyakini mampu menyediakan valuta
asing yang dipertukarkan.
5. Tidak
dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain, tidak
dibenarkan jual beli tanpa hal kepemilikan.
6. Penukaran
harta atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang
dilakukan antara kedua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka
sama suka.
7. Rukun
dan syarat jual beli harus sempurna jika tidak maka dianggap batal.
8. Serah-terima
dilakukan secara langsung dan tunai.
D.
Dampak
Al-Sharf Bagi Suatu Negara
Valuta
asing sangat penting terjadi apabila dilakukannya perdagangan Internasional
untuk meningkatkan sektor riil yang dalam dunia perdagangan Internasional
apabila mendapat keuntungan dari penjualan terhadap negara luar dusebut devisa,
untuk melakukan import maka diperlukan mata uang asing begitu juga eksport.
Kurs
mata uang tersebut bisa diubah-ubah, tergantung pada situasi ekonomi negara
masing-masing. Islam mengakui perubahan nilai mata uang asing dari waktu
kewaktu secara sunatullah (mekanisme pasar). Bila perubahan itu terlalu tinggi,
maka campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga kestabilitas mata uang,
karena Islam menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang.
Transaksi
jual beli valuta asing pada umumnya diselenggarakan dipasar valuta asing, money
changer, bank devisa dan perusahaan bisnis valas.
Perdagangan
valas menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara, anta lain
menimbulkan ketidak stabilan nilai tukar mata uang. Sehingga menggusarkan para
pengusaha dan masyarakat umum, malah kegiatan jual beli valas cendrung
mendorong jatuhnya nilai mata uang, karena para spekulah sengaja melakukan
rekayasa pasar agar nilai mata uang suatu negara berfluktuasi secara tajam.
Bila
nilai mata uang anjlok, maka secara otomatis, rusaklah suatu negara tersebut
dengan ditandai dengan naiknnya harga barang-barang atau terjadinya inflasi
secara tajam. Sedangkan inflasi adalah realitas ekonomi yang tidak diinginkan
dalam ekonomi Islam.
Akibat
lainnya adalah goncang dan ambruknya perusahaan yang tergantung pada bahan
impor yang pada gilirannya mengakibatkan kesulitan operasional dan sering
menimbulkan PHK dimana-mana. Demikian pula, suku bunga pinjaman perbankan
menjadi tinggi. APBN harus direvisi karena disesuaikan dengan dolar. Defisit
APBN pun semakin membengkak secara tajam.
Demikianlah
keburukan jatuhnya nilai mata uang rupiah yang dipicu oleh permintaan spekulasi
dan mata uang yang berfluktuasi secara liar, amat dilarang dalam Islam.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pada
dasarnya jual beli valas dibolehkan, bila jual beli itu dimaksudkan untuk
kebutuhan transaksi disektor riil (barang dan jasa), misalnya untuk membayar
barang-barang yang diimport pada eksportir luar negeri atau untuk berpergian
dan belanja luar negeri.
Perlu
ditegaskan kembali bahwa dalam perdagangan valas, gain yang diperoleh adalah
riba, karena gain itu bukan hasil kegiatan bisnis sektor barang dan jasa,
tetapi hasil pertukaran mata uang semata.
Sepkulasi
valas artinya, seseorang membeli uang asing hanya untuk memperoleh gain
(selisih) harga beli dan harga jual. Seseorang spekulan membeli mata uang
asing, misalkan dolar, ketika harganya turun dilepaskannya ketika harga naik
dan begitulah seterusnya dengan demikian nilai suatu mata uang dapat
berfluktuasi secara liar.
B.
Saran
Jatuhnya nilai mata uang suatu
negara dipicu oleh permainan valas, perdagangan valas untuk kepentingan
spekulasi amat dilarang dalam Islam, solusinya adalah mengatur sektor finansial
agar dijauhkan dari segala transaksi yang mengandung riba, termasuk transaksi
maya dipasar uang.
Karena itu, pemerintah hendaknya
melarang transaksi maya atau transaksi derivatif baik dimoney changer bank
devisa dan pasar uang. Bank syari’ah, seperti Bank Muamalat Indonesia dan Bank
Mandiri Syari’ah didirikan untuk menghindari bisnis spekulasi mata uang, karena
dilarang dalam ekonomi Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli,H.A. Janwari, Yadi. Lembaga-lembaga Perekonomian
Umat. PT Raja Grafindo Persada. Edisi 1 cet 1. Jakarta.2002.
satirisyariah.blogspot.com/2011/01/jual-beli-valuta-asing-al-sharf.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar